BREED #210: Scaling-Up & Rockefeller Habits | Emil Yakhya, Mega Wulandari & Dhimas Kusumawardhana

Topik: Penjelasan dan Bedah Buku Mastering the Rockefeller Habits & Scaling Up oleh Verne Harnish

Poin-poin:

  • Latar Belakang BRID dan Reviewer
    • BRID telah berjalan lebih dari 4 tahun, mereview 210 buku dalam berbagai topik: marketing, leadership, entrepreneurship, dll.
    • Sesi kali ini menghadirkan reviewer Emil Yahya dan studi kasus dari Haro Education oleh Megha Wulandari.
  • Buku yang Dibahas: Mastering the Rockefeller Habits & Scaling Up
    • Mastering the Rockefeller Habits terdiri dari 10 kebiasaan utama (habit) yang membentuk bisnis sukses ala John D. Rockefeller.
    • Buku kedua Scaling Up adalah versi penyempurnaan yang lebih terstruktur dan aplikatif dari buku pertama.
  • Perbedaan Dua Buku
    • Buku pertama lebih bersifat teoritis dan kurang sistematis.
    • Buku kedua disusun dalam framework yang lebih jelas: manusia, strategi, eksekusi, dan kas (cash).
  • Target Pembaca
    • Buku cocok untuk bisnis mikro atau kecil yang ingin naik kelas, bukan untuk pemula atau korporasi besar.
    • Butuh pemahaman konteks agar isi buku tidak disalahartikan atau terlalu rumit.
  • Kebiasaan (Habit) Inti yang Dibahas
    • Mastery atas pertumbuhan: dimulai dari planning, monitoring, dan controlling.
    • “Right people doing the right things right”: pentingnya penempatan SDM yang tepat.
    • Setiap individu harus punya one page plan untuk menjaga arah kerja.
    • Penanaman core value dilakukan setelah fondasi growth dan SDM kuat.
    • Alignment organisasi baru dilakukan jika core value telah tertanam.
    • Penetapan quarterly theme penting untuk menjaga fokus dan budaya kerja.
    • Employee feedback diperlakukan setara dengan feedback dari customer.
    • Praktik ritmis: daily, weekly, monthly, quarterly, yearly meeting.
    • Brand promise muncul belakangan setelah organisasi solid.
    • Aspek keuangan dianggap penting tapi diletakkan terakhir (bukan utama).
  • Relevansi Konteks Indonesia
    • Perlu adaptasi dengan “musim” lokal seperti musim sekolah, puasa, lebaran, bukan musim alam seperti di AS.
    • Tematik kuartalan bisa disesuaikan dengan konteks sosial-ekonomi Indonesia.

Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Intelligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.
-AI-

More from author

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

Perjalanan Pak Budi Rahardjo dan AI

https://www.youtube.com/watch?v=VkK_m3UeJp8 Dari Computer Vision hingga Generative AI: Perjalanan Panjang Pak Budi di Dunia Artificial Intelligence Dalam video kali ini, kita diajak menyelami kisah inspiratif Pak...

A: BREED #265: The 5 AM Club | Inayati Khaerinnisaa, Hendri Ma’ruf & Fuad A Herya

https://www.youtube.com/watch?v=w_7i99xX1sA Topik: Pembukaan Diskusi Breed 265 – Buku The 5AM Club Pembicara membuka acara dengan beberapa kendala teknis sebelum memulai share screen. Acara Breed ke-265 kembali...

Kenapa Bahasa Indonesia Adalah Skill Karier Termahalmu? – Ivan Lanin –

Siap. Ini versi bersih tanpa tautan/citation—siap copas ke blog: Dari Kode ke Kata: Percakapan tentang Karier, Bahasa, & Cara “Berteman” dengan AI Bagaimana seseorang bisa berpindah...