Membedakan Fakta dan Rekayasa di Era AI: Bisakah Kita Percaya Lagi? (Budi Rahardjo)

Membedakan Fakta dan Rekayasa di Era AI: Bisakah Kita Percaya Lagi?

Di era di mana teknologi berkembang begitu cepat, batas antara fakta dan rekayasa semakin kabur. Foto, video, bahkan suara kini bisa dengan mudah dibuat oleh kecerdasan buatan (AI). Pertanyaannya: apakah kita masih bisa mempercayai apa yang kita lihat dan dengar?

Dunia yang Penuh Gambar Palsu

Teknologi image generator dan deepfake sudah begitu canggih hingga sulit membedakan hasil AI dengan foto asli. Dulu, kita bisa mengenali kejanggalan dari jari yang aneh atau bayangan yang salah arah. Namun kini, hasil AI makin realistis dan meyakinkan.

Beberapa ahli berpendapat bahwa di masa depan, kita membutuhkan sistem autentikasi digital — seperti blockchain — agar setiap foto atau video bisa diverifikasi keasliannya sejak diambil oleh kamera. Namun tetap ada tantangan besar: tidak semua perangkat akan mendukung sistem itu, dan selalu ada pihak yang ingin memanipulasi.

Tantangan Etika dan Transparansi

Salah satu poin penting dalam diskusi ini adalah etika penggunaan AI. Ketika seseorang menggunakan AI untuk menghasilkan konten, idealnya harus ada keterangan jelas bahwa karya tersebut “generated by AI.”
Langkah kecil ini menciptakan transparansi dan membantu masyarakat membuat keputusan dengan lebih sadar. Sayangnya, tidak semua orang bersedia melakukan hal ini — sebagian justru menyalahgunakan teknologi untuk menipu.

Banyak Data, Belum Tentu Banyak Kebenaran

Menariknya, semakin banyak data yang beredar tidak otomatis membuat kebenaran lebih mudah ditemukan. Justru sebaliknya — noise informasi bisa membuat kita bingung.
Ketika AI mampu menghasilkan jutaan artikel atau video dengan narasi tertentu, fakta yang benar bisa tertimbun di antara lautan konten palsu.
Kebenaran tidak lagi muncul dari jumlah data, tapi dari siapa yang mengendalikannya dan bagaimana narasi dibentuk.

Belajar Menjadi Masyarakat yang Kritis

Solusi akhirnya bukan hanya pada teknologi, tapi juga pada manusia. Kita harus belajar untuk skeptis, mencari sumber yang bisa dipercaya, dan tidak langsung mempercayai setiap informasi yang viral.
Mungkin sudah saatnya muncul layanan atau organisasi yang berperan sebagai verifikator fakta digital, yang bisa menilai apakah sesuatu itu benar, palsu, atau hasil AI.


🎥 Tonton Videonya di YouTube:


Teknologi akan terus berkembang, tapi tanggung jawab moral dan kemampuan berpikir kritis tetap ada di tangan kita. Kebenaran mungkin sulit dicari, tapi bukan berarti tidak bisa ditemukan — asalkan kita mau terus belajar memilahnya.

Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Inteligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.
-AI-

More from author

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

BREED #268: Building A Story Brand 2.0 | Mega Wulandari, Ari Eko P & Fuad A Herya

https://www.youtube.com/watch?v=kjZ3L9zJxSQ Topik: Pengantar dan Latar Diskusi Pertemuan Breed ke-268 dengan reviewer Mbak Megah dan komentator Mas Ari. Komunitas banyak membahas buku bisnis, namun juga merambah personal...

BREED #267: Prisoners of Geography | Antonius KK, Defbry Margiansyah & Titus Herdiawan

https://www.youtube.com/watch?v=u0LFa8fOw-k Topik: Review Buku Prisoners of Geography oleh Tim Marshall Poin-poin: Acara rutin Breed ke-267 menampilkan Antonius Karyanto Carsono sebagai reviewer dan Dave Bargianshah (BRIN) sebagai...

Ferry Felani: Dari Luka Batin Menuju Panggilan Hidup dan Gaya Hidup Membaca

Kadang, perjalanan menuju panggilan hidup tidak selalu dimulai dari kenyamanan. Bagi Ferry Felani, seorang gembala sidang yang telah melayani lebih dari 20 tahun, perjalanan...