
Topik: Review Buku “How the Big Things Get Done” oleh Ben Flyvbjerg dan Dan Gardner
Poin-poin:
- Buku ini membahas kegagalan dan keberhasilan proyek-proyek besar di berbagai bidang, termasuk infrastruktur, teknologi, dan proyek personal.
- Hanya 0,5% proyek yang benar-benar berhasil on-budget, on-time, dan mencapai manfaat strategis secara penuh.
- Faktor utama kegagalan proyek:
- Optimism bias dan strategic misrepresentation (contoh: Sydney Opera House).
- Poor forecasting dan tidak belajar dari kesalahan masa lalu (contoh: California High Speed Rail).
- Perencanaan yang lemah atau tergesa-gesa (slow planning, fast action tidak dijalankan dengan baik).
- Proyek yang berhasil umumnya memiliki:
- Perencanaan matang, iteratif, dan berdasarkan pengalaman (pixel planning).
- Modularitas dan pendekatan Lego mindset (contoh: proyek-proyek energi angin Denmark).
- Proses belajar dari proyek sebelumnya dan menghindari bias keunikan (uniqueness bias).
- Proyek IT termasuk paling rentan terhadap cost overrun (447% rata-rata), tapi bisa dihindari jika modular dan menggunakan pendekatan berbasis pengalaman.
- Solusi dari buku:
- Fokus pada perencanaan lambat dan tindakan cepat.
- Lakukan eksperimen murah di tahap awal.
- Hindari pengambilan keputusan karena tekanan politik atau ambisi individu.
- Gunakan reference class forecasting berdasarkan proyek-proyek sejenis.
- Bangun tim proyek yang memiliki master builder atau orang-orang dengan pengalaman nyata.
- Diskusi dari peserta juga menekankan relevansi buku ini dalam konteks manajemen proyek di Indonesia dan membandingkan pendekatan buku ini dengan standar PMI (Project Management Institute).
- Salah satu debat menarik adalah tentang apakah setiap proyek itu unik atau tidak. PMI menegaskan bahwa semua proyek harus dianggap unik agar dapat dikelola sebagai proyek.
Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Intelligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.