Bedah Buku Bisnis #68: The Age of Surveillance Capitalism | Bambang Pramujo, Budi Rahardjo & Addy K

Topik: Diskusi Buku “The Age of Surveillance Capitalism” karya Shoshana Zuboff

Poin-poin:

  • Pembukaan Diskusi:
    • Diskusi mingguan membahas buku “The Age of Surveillance Capitalism”.
    • Moderator: Mas Adi Kurnia Komara, profesional IT.
    • Reviewer utama: Pak Bambang Pramojo, didampingi Prof. Budi Rahardjo dari ITB.
  • Tentang Buku:
    • Ditulis oleh Shoshana Zuboff, profesor dari Harvard.
    • Buku setebal 691 halaman, berisi banyak referensi ilmiah.
    • Fokus buku pada istilah baru “Surveillance Capitalism”.
  • Pengantar Teoretis:
    • Konsep “Modernitas” dibagi menjadi tiga tahap:
      1. Modernitas 1: Era produksi massal (Fordisme).
      2. Modernitas 2: Individu mulai mengekspresikan diri (contoh: iPod).
      3. Modernitas 3: Era digital, data menjadi komoditas.
  • Definisi Surveillance Capitalism:
    • Praktik kapitalisme berbasis pengumpulan dan pemanfaatan data perilaku individu tanpa persetujuan eksplisit.
    • Dimulai dari pengambilan data untuk meningkatkan layanan, berkembang menjadi monetisasi data perilaku.
    • Tokoh utama dalam praktik ini: Google dan Facebook.
  • Mekanisme Pengambilan dan Pemanfaatan Data:
    • Pengumpulan data melalui layanan gratis, wearable, smart home, dsb.
    • Data dikompilasi menjadi profil perilaku untuk prediksi dan pemasaran produk.
    • Machine learning dan AI digunakan untuk mengolah dan mengkomersialisasikan data.
  • Permasalahan Privasi:
    • Pengguna sering kali menyetujui perjanjian penggunaan aplikasi tanpa membaca secara saksama.
    • Data termasuk lokasi, perilaku belanja, kebiasaan harian direkam dan diproses.
    • Adanya teknologi face dan emotion recognition yang semakin memperdalam pelacakan.
  • Kritik terhadap Praktik ini:
    • Tindakan Google seperti mobil Street View dianggap sebagai “penyerangan data” (incursion).
    • Beberapa negara seperti China, Jerman, Inggris telah membatasi akses layanan ini.
    • Proses habituation (pembiasaan) menjadikan masyarakat makin permisif.
  • Deklarasi Sepihak oleh Perusahaan Teknologi:
    • Perusahaan mengklaim human experience sebagai “free raw material” untuk dikomersialisasi.
    • Konsep ini disebut sebagai “The Shifters’ Declaration”.
  • Faktor Pendukung Berlanjutnya Praktik Ini:
    • Ketidaktahuan masyarakat.
    • Ketergantungan terhadap teknologi digital.
    • Kepentingan ekonomi dan politik dari negara serta lembaga intelijen.
    • Absennya regulasi yang memadai.
    • Norma sosial dan tekanan budaya teknologi.
  • Tantangan dan Dilema:
    • Pengguna dihadapkan pada pilihan: tetap menggunakan dengan risiko kehilangan privasi, atau tidak menggunakan dan tertinggal secara fungsional.
    • Pro-kontra antara kenyamanan dan pelanggaran hak privasi.

Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Intelligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.
-AI-

More from author

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

Ferry Felani: Dari Luka Batin Menuju Panggilan Hidup dan Gaya Hidup Membaca

Kadang, perjalanan menuju panggilan hidup tidak selalu dimulai dari kenyamanan. Bagi Ferry Felani, seorang gembala sidang yang telah melayani lebih dari 20 tahun, perjalanan...

Frugal IoT: Teknologi Cerdas, Biaya Hemat, Manfaat Besar

Di era digital saat ini, Internet of Things (IoT) menjadi salah satu teknologi yang paling cepat berkembang. Tak hanya untuk perusahaan besar, kini IoT...

BREED #266: The Money Ladder| Firman Elhakim, Sofyandi Sedar & Gilang P Anugrah

https://www.youtube.com/watch?v=oGlrjJkqeEw Topik: Pembahasan Buku The Money Leader karya Frankling & Sante (Breed Episode 266) Poin-poin Buku The Money Leader dibahas dalam edisi ke-266 dari sesi mingguan. Buku...