Style Boleh, Plagiat Jangan? Etika AI dalam Kreativitas (Budi Rahardjo)

AI, Hak Cipta, dan Pertanyaan Etika: Apakah Gaya Bisa Dimiliki?

Perkembangan Artificial Intelligence (AI) dalam bidang kreatif, khususnya seni visual dan musik, menimbulkan banyak perdebatan. Transcript video ini membahas berbagai pertanyaan mendasar: apakah penggunaan AI dalam meniru gaya sebuah karya termasuk etis? Apakah ide bisa dianggap sebagai hak cipta? Dan bagaimana posisi seniman dalam menghadapi teknologi baru ini?


Ide Tidak Bisa Dibendung

Pembicara menegaskan bahwa ide tidak dapat dimonopoli. Misalnya, menggambar gunung atau menghadirkan Godzilla dalam ilustrasi bukanlah pelanggaran, karena ide dapat muncul di banyak kepala secara bersamaan. Namun, masalah muncul ketika bentuk, detail, atau ekspresi sebuah karya ditiru persis. Dalam kasus itu, karya bisa dianggap plagiat.


Persamaan dengan Musik

Analogi dengan musik sangat jelas: sebuah progresi chord sederhana seperti C-F-G banyak digunakan oleh berbagai musisi. Tetapi ketika sebuah lagu meniru melodi atau bar secara identik, itu jelas masuk ke ranah pelanggaran. Dengan kata lain, kemiripan gaya masih bisa diterima, tetapi menyalin persis adalah masalah hukum.


Masalah pada Style

Salah satu polemik terbesar adalah soal gaya. Apakah meniru gaya Studio Ghibli atau The Beatles bisa dianggap melanggar? Pembicara menyebut gaya lebih sulit dipatenkan. Banyak band membuat lagu dengan nuansa The Beatles tanpa harus melanggar hak cipta, karena karyanya tetap orisinal meski dipengaruhi style tertentu.

Namun, yang membuat kontroversi adalah ketika AI dilatih dari ribuan karya artis tanpa izin, lalu mampu meniru gaya mereka. Training data inilah yang sering dipersoalkan—apakah etis jika karya seniman digunakan untuk melatih mesin tanpa kompensasi atau persetujuan?


Dampak AI: Menurunkan atau Menyebarkan Value?

Di satu sisi, AI dapat menurunkan nilai eksklusivitas seorang seniman. Jika dulunya hanya satu orang yang mampu membuat style tertentu, kini ribuan orang bisa melakukannya berkat bantuan AI. Tapi di sisi lain, AI juga bisa meng-edukasi pasar dan menunjukkan potensi kreatif baru, sehingga memperluas apresiasi publik terhadap seni.


Garis Tipis Antara Inspirasi dan Plagiarisme

Diskusi juga menyentuh ranah lain seperti gaya menulis, coding, hingga suara iklan. Pertanyaan yang muncul: apakah meniru gaya bicara Arnold Schwarzenegger atau menulis seperti novelis terkenal bisa dianggap pelanggaran?

Kesimpulan sementara yang disampaikan pembicara adalah:

  • Menyalin persis → tidak boleh (plagiat).
  • Menggunakan karya untuk training tanpa izin → questionable, condong ke tidak boleh.
  • Meniru gaya → masih bisa diterima, meski kontroversial dan bergantung pada konteks.

Penutup

Perdebatan seputar AI, hak cipta, dan etika masih terus berjalan. Teknologi menghadirkan tantangan baru bagi dunia kreatif, namun juga membuka peluang untuk redefinisi seni dan inspirasi.

Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Inteligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.
-AI-

More from author

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

Membedakan Fakta dan Rekayasa di Era AI: Bisakah Kita Percaya Lagi? (Budi Rahardjo)

Membedakan Fakta dan Rekayasa di Era AI: Bisakah Kita Percaya Lagi? Di era di mana teknologi berkembang begitu cepat, batas antara fakta dan rekayasa semakin...

Perjalanan Pak Budi Rahardjo dan AI

https://www.youtube.com/watch?v=VkK_m3UeJp8 Dari Computer Vision hingga Generative AI: Perjalanan Panjang Pak Budi di Dunia Artificial Intelligence Dalam video kali ini, kita diajak menyelami kisah inspiratif Pak...

A: BREED #265: The 5 AM Club | Inayati Khaerinnisaa, Hendri Ma’ruf & Fuad A Herya

https://www.youtube.com/watch?v=w_7i99xX1sA Topik: Pembukaan Diskusi Breed 265 – Buku The 5AM Club Pembicara membuka acara dengan beberapa kendala teknis sebelum memulai share screen. Acara Breed ke-265 kembali...