
Topik: Diskusi Buku “Identity” oleh Francis Fukuyama – Episode 250 BRIeD
Pembukaan dan Konteks
- Episode 250 BRIeD menandai lima tahun diskusi rutin mingguan yang membedah berbagai buku, khususnya tema bisnis, teknologi, sejarah, dan sosial.
- Buku yang dibedah kali ini adalah Identity karya Francis Fukuyama, dibawakan oleh Bang Topan (aktivis sosial, peneliti HI) dan Mbak Salsa (jurnalis dan akademisi bidang politik).
Intisari Buku “Identity”
- Fokus buku adalah pada politik identitas yang menggeser wacana ideologi ekonomi dalam politik modern.
- Fukuyama menyebut bahwa demokrasi liberal kini terancam dari dalam oleh tuntutan pengakuan identitas.
- Politik identitas tumbuh karena kebutuhan akan recognition (pengakuan martabat), yang disebut sebagai thymos dalam konsep Plato.
Konsep Kunci
- Isothymia: Keinginan untuk diakui secara setara.
- Megalothymia: Keinginan untuk diakui sebagai lebih unggul.
- Gerakan identitas bisa konstruktif (e.g. perjuangan feminisme, kaum minoritas) atau destruktif (e.g. populisme ekstrem, supremasi kulit putih).
- Contoh nyata: Arab Spring, diskriminasi terhadap kulit hitam di AS, alienasi muslim muda di Eropa.
Akar Historis Identitas
- Berakar dari Reformasi Protestan oleh Martin Luther, filsafat Rousseau, Hegel, hingga gerakan sosial baru era 1960-an di Prancis.
- Identitas dipahami sebagai reaksi terhadap tekanan sosial dan ketidakadilan struktural.
Solusi yang Ditawarkan Fukuyama
- Membangun identitas sipil (civic identity) berbasis nilai-nilai demokratis, bukan etnis/agama.
- Mengalihkan fokus politik dari simbolisme identitas ke reformasi nyata (pendidikan, kesehatan, redistribusi ekonomi).
- Reformasi kurikulum sejarah agar inklusif terhadap semua kelompok, bukan hanya dominan.
Kritik Terhadap Fukuyama
- Solusi dinilai terlalu normatif, tidak konkret untuk kondisi riil setiap negara.
- Namun, buku ini dianggap penting sebagai diagnosa terhadap krisis global demokrasi liberal.
Relevansi terhadap Indonesia
- Dibahas apakah Pancasila dan kebijakan publik kita sudah cukup merepresentasikan semua warga negara, termasuk yang “tak terlihat”.
- Pentingnya pendidikan yang menanamkan solidaritas lintas identitas.
Refleksi Bisnis dan Brand
- Identitas kini juga diadopsi dalam dunia bisnis sebagai strategi brand.
- Brand harus membangun afiliasi emosional dengan komunitas tertentu agar relevan.
- Pertanyaan yang muncul: apakah ini evolusi alami atau kooptasi politik identitas?
- Perlu dibedakan antara identitas (internal, otentik) dan brand (eksternal, topeng sosial).
Penutup
- Politik identitas bisa menjadi kekuatan positif jika diarahkan untuk pengakuan martabat secara setara (isothymia).
- Namun, jika digunakan secara eksklusif, berisiko memecah belah dan menggerus demokrasi.
Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Intelligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.
-AI-