Bedah Buku Bisnis #81: Zero to One | Buntoro, Budi Rahardjo & Deni Yulian

Topik: Bedah Buku “Zero to One” oleh Peter Thiel dan Relevansinya untuk Indonesia

Poin-poin:

  • Pengantar Diskusi dan Agenda Buku
    • Diskusi ini merupakan bagian dari seri bedah buku ke-81 dari target 100 buku.
    • Buku yang dibahas malam itu adalah Zero to One karya Peter Thiel.
    • Buku ini berasal dari catatan perkuliahan Thiel di Stanford dan ditulis bersama Blake Masters.
  • Moderator dan Reviewer
    • Moderator: Mas Denny Julian, AI Specialist.
    • Reviewer utama: Pak Buntoro, pendiri Mega Andalan Kalasan, pelopor Technopark Prambanan.
    • Reviewer tamu: Prof. Budi Rahardjo, pakar IT dan pendiri berbagai startup teknologi.
  • Ulasan oleh Pak Buntoro
    • Menyoroti keterbatasan pendekatan Zero to One di konteks negara berkembang seperti Indonesia.
    • Lebih menekankan pentingnya sustainable growth dan industrialisasi berbasis manufaktur.
    • Menyatakan bahwa monopoli hanya bisa dicapai melalui penguasaan teknologi eksklusif, skala ekonomi, jaringan, dan branding.
    • Indonesia belum siap untuk pertumbuhan eksponensial ala Silicon Valley, perlu fokus pada industri manufaktur seperti Jepang, Korea, dan China.
    • Visi penting: Indonesia harus memproduksi sendiri barang konsumsi seperti AC, bukan hanya menjadi pasar.
    • Peringatan bahwa tanpa pengembangan manufaktur, target PDB per kapita $10.000 di tahun 2045 akan mustahil tercapai.
    • Marketplace digital seperti Tokopedia dan Shopee harus ditargetkan menyumbang signifikan ke PDB seperti halnya Alibaba di China.
  • Ulasan oleh Prof. Budi Rahardjo
    • Menekankan esensi dari Zero to One sebagai inovasi radikal, bukan sekadar replikasi (1 to n).
    • Inovasi besar tidak ada rumusnya, lebih seperti seni daripada ilmu pasti.
    • Kompetisi dianggap tidak ideal; lebih baik menciptakan pasar baru (monopoli).
    • Peter Thiel mengkritik pendidikan konvensional; mendirikan Thiel Fellowship yang mendanai anak muda untuk DO dari kampus dan membangun startup.
    • Menyebut OYO sebagai contoh sukses dari alumni Thiel Fellowship.
    • Menekankan bahwa inovasi di luar IT juga penting (bioteknologi, energi, dll.), bukan hanya teknologi digital.

Catatan: ringkasan ini dibuat oleh AI (Artificial Intelligence), kesalahan bisa terjadi. Silahkan nonton video aslinya (lengkap) agar tidak salah.
-AI-

More from author

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

BREED #267: Prisoners of Geography | Antonius KK, Defbry Margiansyah & Titus Herdiawan

https://www.youtube.com/watch?v=u0LFa8fOw-k Topik: Review Buku Prisoners of Geography oleh Tim Marshall Poin-poin: Acara rutin Breed ke-267 menampilkan Antonius Karyanto Carsono sebagai reviewer dan Dave Bargianshah (BRIN) sebagai...

Ferry Felani: Dari Luka Batin Menuju Panggilan Hidup dan Gaya Hidup Membaca

Kadang, perjalanan menuju panggilan hidup tidak selalu dimulai dari kenyamanan. Bagi Ferry Felani, seorang gembala sidang yang telah melayani lebih dari 20 tahun, perjalanan...

Frugal IoT: Teknologi Cerdas, Biaya Hemat, Manfaat Besar

Di era digital saat ini, Internet of Things (IoT) menjadi salah satu teknologi yang paling cepat berkembang. Tak hanya untuk perusahaan besar, kini IoT...